Jebakan SKS (Sistem Kebut Semalam): Kenapa Belajar Mendadak Justru Merusak Nilai?

Siapa yang tak kenal dengan Sistem Kebut Semalam atau SKS? Metode belajar ini sudah menjadi budaya yang akrab di kalangan pelajar dan mahasiswa Indonesia, terutama menjelang ujian. SKS  merujuk pada kebiasaan memaksakan diri mempelajari seluruh materi atau menyelesaikan tugas yang menumpuk hanya dalam satu malam, sesaat sebelum batas waktu atau ujian.

Ironisnya, alih-alih memberikan hasil maksimal, SKS justru terbukti secara ilmiah dan pengalaman merusak nilai dan kualitas pemahaman. Belajar mendadak ini adalah sebuah jebakan yang menawarkan ilusi efisiensi, namun berujung pada penurunan performa akademik.

1. Beban Kognitif Berlebih (Cognitive Overload) dan Kelelahan

Otak memiliki batasan yang jelas dalam kemampuan memproses informasi, terutama pada memori kerja (working memory), yang kapasitasnya terbatas. Ketika SKS dilakukan, volume materi yang dipaksakan masuk secara simultan menyebabkan beban kognitif berlebih (cognitive overload). Akibatnya, proses enkode (pemasukan informasi) menjadi tidak efektif, dan materi gagal untuk dipindahkan ke memori jangka panjang secara efisien..

Dampak yang paling nyata adalah kurang tidur. Malam hari seharusnya menjadi waktu bagi otak untuk melakukan konsolidasi memori, yaitu proses penguatan informasi yang telah dipelajari agar dapat tersimpan di memori jangka panjang. Ketika waktu tidur dikorbankan, proses penting ini terganggu.

Menurut penelitian, otak yang kekurangan istirahat akan menjadi panik dan lelah, yang berdampak pada gangguan memori dan kesulitan menerima rangsangan baru. Di pagi harinya, efek kurang tidur ini berlanjut menjadi:

  • Menurunnya Konsentrasi: Rasa kantuk dan kelelahan fisik membuat fokus saat ujian menurun drastis.

  • Sulit Mengakses Informasi: Informasi yang "dijejalkan" semalam suntuk sering kali tidak dapat diakses dengan cepat dan akurat saat menjawab soal.

  • Peningkatan Stres: Tubuh memproduksi hormon kortisol berlebih—dikenal sebagai hormon stres yang membuat tingkat kecemasan meningkat dan mental tidak tenang saat ujian.

2. Ilusi Hafalan Jangka Pendek vs. Pemahaman Mendalam

Salah satu mitos SKS adalah materi terasa "segar" dan mudah diingat saat ujian. Memang, SKS mungkin efektif untuk menghafal fakta-fakta dalam jangka waktu sangat pendek (beberapa jam). Namun, metode ini didominasi oleh hafalan, bukan pemahaman.

Belajar yang efektif adalah proses di mana pengetahuan dan perilaku berubah secara permanen. SKS, yang dikenal sebagai massed practice (belajar dalam jangka waktu simultan), terbukti kurang efektif dibandingkan distributed practice (belajar terdistribusi/menyicil).

Materi yang dihafal secara tergesa-gesa:

  • Cenderung cepat lupa setelah ujian selesai (efek cramming).

  • Membuat pelajar kurang memahami konsep mendalam dan tidak mampu mengaplikasikan materi pada soal yang membutuhkan analisis atau pemecahan masalah kompleks.

Akibatnya, performa akademik diukur dari nilai ujian yang cenderung tidak memuaskan karena jawaban yang kurang tepat atau dangkal.

3. Memicu Prokrastinasi dan Perilaku Negatif Lainnya

Belajar SKS secara tidak langsung membentuk kebiasaan prokrastinasi (menunda-nunda pekerjaan). Kebiasaan menunda-nunda ini membuat tugas menumpuk dan akhirnya memaksa seseorang kembali menggunakan SKS saat sudah mepet batas waktu.

Lebih jauh, dalam konteks tugas, SKS juga dapat memicu perilaku akademik yang tidak etis. Waktu yang terbatas memaksa mahasiswa untuk mencari jalan pintas.

Jurnal "Dampak Sistem Kebut Semalam Terhadap Tingkat Plagiarisme Tugas Mahasiswa IKIP Siliwangi" (2018) menunjukkan bahwa gaya belajar SKS kurang baik karena bisa mengakibatkan terjadinya plagiarisme. Mahasiswa yang menggunakan SKS dalam tugas cenderung mengambil bagian dari sumber tanpa disunting atau menggunakan sumber yang tidak akurat, dengan tujuan untuk memperbanyak materi dalam waktu singkat tanpa menuangkan gagasan dan pemikiran sendiri.

Solusi: Belajar Terdistribusi (Distributed Practice)

Untuk keluar dari jebakan SKS, solusinya adalah menerapkan belajar terdistribusi atau menyicil (distributed practice).

  1. Manajemen Waktu: Alokasikan waktu 30-60 menit setiap hari untuk me-review materi dan mengerjakan tugas, jauh sebelum tenggat waktu.

  2. Istirahat yang Cukup: Prioritaskan waktu tidur, karena tidur adalah bagian penting dari proses belajar dan penguatan memori.

  3. Fokus pada Pemahaman: Jangan hanya menghafal, tapi pahami konsep dan coba jelaskan kembali materi dengan bahasa sendiri.

Menghindari SKS bukan hanya tentang memperbaiki nilai, tetapi juga tentang membangun kebiasaan belajar yang berkelanjutan, memori jangka panjang yang kuat, dan kesehatan mental yang terjaga.

Referensi:

[Jurnal Ilmiah]. (2018). Dampak Sistem Kebut Semalam Terhadap Tingkat Plagiarisme Tugas Mahasiswa IKIP Siliwangi. Parole (Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia), 1(4), 501-507.

Maharani, E. (n.d.). Sistem Kebut Semalam Dampaknya Pada Kualitas Belajar Siswa. (Makalah atau artikel ilmiah yang membahas dampak SKS terhadap kualitas belajar siswa).

Jurnalposmedia. (2022). 4 Dampak Buruk Metode Belajar Kebut Semalam. Diakses dari Jurnalposmedia.com.

Pijar Psikologi. (n.d.). Benarkah Sistem Kebut Semalam Menyebabkan Gangguan Memori? Apa Saja Dampak Lainnya? Diakses dari Pijar Psikologi.


Terima kasih telah mengunjungi website resmi Himpunan Mahasiswa Kimia FMIPA UNY.

0 Komentar