TREN MASA KINI : ROMANTISASI KEKERASAN


Tren Masa Kini: Romantisasi Kekerasan

Pandemic Covid-19 membuat pemerintah mengadakan kebijakan Karantina Mandiri (Self Quarantine) di rumah masing-masing. Karantina mandiri sudah berlangsung selama hampir dua bulan. Waktu dua bulan di rumah dihabiskan dengan banyak aktivitas yang dulunya tidak sempat dilakukan saat masih melakukan aktivitas normal di luar rumah. Contohnya, mengasah kemampuan memasak dengan mencoba membuat berbagai jenis masakan atau mengasah kemampuan bersolek dengan mencoba mengaplikasikan beragam teknik rias ke wajah atau membuat look (tampilan)make-up yang sedang trend. Salah satunya adalah Mugshot Challenge.
Apa itu Mugshoot ChallengeMugshoot Challenge adalah tantangan merias wajah dengan tampilan seperti orang terkena kekerasan dengan bekas luka yang tersisa di wajah. 

Trigger Warning!!

Untuk membuat tampilan make-up tampak seperti nyata butuh kemampuan yang mumpuni. Kemampuan yang didapat dari latihan dengan waktu yang tidak sebentar. Akan tetapi, selain dari sisi positif nya, melatih kemampuan bersolek, apakah challenge ini juga mempunyai sisi negatif? 
Semua Challenge pasti mempunyai sisi pro dan kontra. Sisi negative dari Mugshot Challenge ini adalah dapat membangkitkan kembali trauma yang dialami oleh korban kekerasan. Banyaknya orang yang mengikuti Mugshot Challenge, menunjukkan bahwa kesadaran akan isu kekerasan domestik dan hal-hal yang bisa memicu trauma penyintas masih rendah
Psikolog Mikroekspresi, Poppy Amalia, menunjukkan tanggapannya terhadap tren ini di kanal media sosial pribadi miliknya. Menurutnya, orang-orang yang mengikuti challenge ini tidak mempunyai empati terhadap korban kekerasan dan secara tidak langsung memperlihatkan kepribadian sadisme yang mana itu adalah masalah psikologis. 
Selain itu, di luar negeri, challenge ini juga dianggap menggampangkan masalah penangkapan oleh polisi. Kemudian, hal ini bisa merembet ke masalah ras, dimana banyak people of color (orang dengan warna kulit selain putih) yang rentan dengan tittle pelaku kejahatan atau kriminal, hanya karena warna kulit mereka. 
Lantas, apa bedanya dengan Make Up Halloween? Make Up film action, thriller? Atau Make Up SFX? Kenapa kreativitas Make Up di pesta kostum dan film tidak dipermasalahkan? Jawabannya adalah karena acara pesta kostum dan film mempunyai disclaimer atau trigger warning dan ada tujuan tersendiri untuk kebutuhan tertentu. Sedangkan pada Mugshot Challenge tidak terdapat disclaimer dan tujuan yang jelas. Hal tersebut hanya sekadar challenge. Bahkan, diantara banyaknya pembuat postingan bertagar #MugshotChallege ada yang tidak mengerti apa arti sebenarnya dari istilah Mugshot dan hanya ikut-ikut membuat foto babak belur demi tren semata. 
Mugshot adalah istilah informal untuk menggambarkan foto yang diambil oleh polisi, demi merekam data kriminal yang baru ditangkap. Tampilan orang-orang yang melakukan Mugshot umumnya kucel karena capek, tertekan,depressed karena telah diinterogasi oleh polisi selama berjam-jam. Bukan malah ditonjolkan pada bagian babak belurnya karena tidak semua narapidana yang ditangkap lalu melakukan Mugshot berada dalam keadaan babak belur. 
Kesalahan pada challenge ini adalah menonjolkan kekerasan dalam riasannya, sehingga lebih terlihat seperti romantisasi kekerasan. Beberapa bahkan menyertakan caption seperti “habis bunuh mantan”, “mental disorder”, atau “habis ditonjok pacar”. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman akan kesehatan mental dan empati orang Indonesia masih sangat memprihatinkan. Bayangkan apabila para penyintas kekerasan dan kesehatan mental melihat postingan seperti ini yang dibuat hanya demi tren sedangkan apa yang mereka alami tidak pantas untuk dijadikan tren. 
Entah motivasi apa yang membuat challenge ini dibuat, tetapi kita sebagai manusia harus bisa aware dan sensitif terhadap perilaku kekerasan di sekitas kita. Bagi yang sudah melakukan challenge ini dan enggan untuk menghapusnya, akan lebih baik apabila diberi trigger warning tentang kekerasan dan ubah tujuan challenge ini yang semula hanya sekadar tren menjadi postingan untuk mengingatkan kita tentang bahaya kekerasan dan empati terhadap para penyintas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah mengunjungi website resmi Himpunan Mahasiswa Kimia FMIPA UNY