ARTIKEL SEPTEMBER


Hak Istimewa dari Standarisasi Sosial


Untung ganteng

Untung cantik

Untuk cakep…

Sering mendengar orang berkomentar seperti itu? Atau membaca komentar seperti itu di sosial media? Ya, komentar komentar seperti itu lazim adanya di banyak media. Pada awalnya hal ini bukan hal serius, sebatas candaan, tetapi pertanyaannya, apakah hal tersebut masih bisa dikatakan candaan untuk sekarang? 

Tidak berniat untuk menyangkal, tetapi benar adanya jika kehidupan akan jauh lebih mudah apabila orang mempunyai beauty privilege. Contoh dalam kehidupan nyata yang baru saja terjadi adalah kasus psikopat* cantik bernama Isabella Guzman yang membunuh ibunya. Banyak pengguna sosial media Indonesia yang lebih fokus pada wajah cantik nya daripada kasusnya. Tentunya banyak yang terkesima dengan kecantikannya dan berakhir menormalisasi apa yang dia lakukan. Contoh lain ada publik figur Indonesia yang tidak sengaja membagikan kegiatan kurang senonoh miliknya di Instagram miliknya. Bisa ditebak apa yang dilakukan netizen kepadanya? Bukannya menasihati malah beramai-ramai menaikkan tagar dukungan kepada publik figur tersebut. Perlakuan berbeda akan didapat apabila yang melakukan tidak mempunyai standar kecantikan dan ketampanan sesuai apa yang sosial tetapkan. Mereka akan dikomentari dan dihujat, bahkan saat mereka berniat murni untuk berkarya, bukan menciptakan sensasi semata. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Syarat dan Ketentuan berlaku. Awalnya hanya kalimat candaan, lama kelamaan linear dengan kehidupan.   

 

“Dunia adil, kalau lo cakep.”

 

Satu kalimat tersebut merupakan kesimpulan dari fenomena sosial yang dijelaskan di atas. Orang dengan visual di atas rata-rata pasti akan lebih dihargai dan lebih diperhatikan di lingkungan sosial daripada orang dengan visual yang biasa saja. Akibatnya adalah krisis kepercayaan diri pada banyak orang yang menganggap dirinya tidak menarik secara visual. Atau yang lebih dikenal dengan insecurity. Tujuan insecurity adalah menghasilkan rasa tidak bersyukur terhadap apa yang sudah dipunya.  Jika dibiarkan terlalu lama, insecurity ini akan menyebabkan perilaku tidak sehat terhadap diri sendiri yang dilabeli dengan tujuan “memperbaiki” kualitas. 

Sudah tidak mengherankan apabila orang mempunyai obsesi untuk menjadi putih, berbadan kurus, berambut tebal dan bersinar, berkulit mulus, dan lain sebagainya. Hal ini semata-mata agar mereka dapat memenuhi standar yang ditetapkan dalam masyarakat dan mempunyai tempat di lingkungan sosial.  

Dengan semua penjelasan di atas, bagaimana manusia seharusnya memanusiakan manusia lain? Atau bagaimana manusia dapat membentengi diri dari hal-hal toxic dari lingkungan? Well, biasakan diri untuk memandang seseorang setara. Keunggulan seseorang lebih penting dilihat dari kualitas pemikiran daripada kualitas fisik bisa menjadi cara untuk tidak terseret arus lingkungan yang toxic.

 

*Triggered Warning

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah mengunjungi website resmi Himpunan Mahasiswa Kimia FMIPA UNY